19 Jul 2011

GEREJA TUA WATUMEA (II) - Kekristenan Awal di Watumea

Ayam Jago di menara gereja Watumea (Photo by thearoengbinangproject.com)

Johann Friedrich Riedel penginjil di Minahasa berkotbah menggunakan bahasa Melayu campur Tondano. Ia tidak peduli lafalnya terdengar aneh dan asing di telinga rakyat Minahasa. Bagaimana kekristenan awal di Watumea? baca lebih lanjut tulisan Denni Pinontoan dari kunjungannya di sebuah gereja tua di Minahasa.


Ketika di dalam gedung, kita akan merasakan sebuah suasana yang mungkin dapat membawa kita ke suatu masa yang lampau. Yang sebagian dari kita tinggal mendengar atau membaca kisahnya. “Gereja Tua”, sebuah gereja yang juga menjadi saksi penginjilan di Tanah Minahasa, khususnya di wilayah Tondano.

Setelah melihat-lihat bagian dalam gedung gereja, kami di antar oleh Kostor Joubert Kawengian dan Christofel Pandelaki ke bagian konsistori. Sebuah dokumen kopian berisi sejarah singkat gedung gereja itu diberikan kepada kami. Mereka juga memperlihatkan kepada kami separangkat alat baptisan, perjamuan kudus dan persembahan syukur.

“Karena so tua, jadi torang so nda ja pake tu barang-barang ini. So jadi antik kang?” ujar Pandelaki.

Gedung Gereja Tua ini memang nanti selesai dibangun tahun 1872, dan peresmiannya dilakukan pada bulan Desember tahun itu. Sebelumnya, yaitu sekitar tahun 1832 – 1838, di wanua Watumea sudah beberapa orang yang dibaptis menjadi jemaat Kristen Protestan. Ibadah minggu pada masa itu masih dilaksanakan di rumah-rumah keluarga yang sudah menjadi Kristen secara bergantian. 

“Tempat ibadahnya antara lain di rumah keluarga Telis Elkana Supit Legoh, Keluarga Amran Legoh dan Keluarga Rangingisan,” begitu tercatat di dokumen sejarah gereja ini.

Di seberang jalan di sebelah Timur tempat berdirinya gedung “gereja tua”, di tahun 1837, pernah dibangun sebuah “sabuah” (bangsal) untuk tempat ibadah sementara. Pembangunan ‘sabuah’ adalah saran dari Jacob Mantilen Supit, yang waktu itu sebagai Kepala Walak Tondano-Toulimambot. Di bangsal itulah orang-orang Watumea yang sudah beragama Kristen beribadah.

Johann Friedrich Riedel dengan istrinya (asal Haruku) tiba di Manado tanggal 12 Juni 1831. Bersama Residen Manado dan Ds. Gerrit Jan Hellendoorn mereka mengelilingi Minahasa untuk menentukan "pusat penginjilan." Pilihan jatuh di Tondano. Saat itu penduduk Tondano berjumlah empat ribu jiwa. Kota Tondano adalah pos pertama di Minahasa. J.F. Riedel masih berdiam di Manado selama tiga bulan untuk mempelajari bahasa Tondano, sebelum ia menempati posnya pada tanggal 14 Oktober 1831. Sementara rekannya Johann Gottlieb Schwarz, yang datang bersama-sama dengan dia, melayani di Langowan.

Johann Friedrich Riedel  
Sebelum Riedel dan Schwarz datang ke Minahasa, memang sudah ada sejumlah penginjil Kristen yang datang ke Minahasa. Pendeta Belanda yang datang mengunjungi Minahasa pertama adalah Jacobus Montanus. Dia tiba di Minahasa pada 17 November 1675. Namun ia tidak lama, hanya berkisar selama 15 hari. Berikut menyusul Gualterus Peregrinus datang pada 6 - 11 November 1676, kemudian 2 Desember 1676, dan terakhir 28 Februari 1677.

Ds. Stampioen datang di Manado pada tahun 1694. Pendeta tetap baru tahun 1695, yaitu Ds. Nan Aken tapi meninggal dalam tahun yang sama. Baru kemudian seabad lebih, pada akhir bulan April 1817 datang di negeri Kema (Tonsea) Ds. J. Kam atau si "Rasul Maluku".

Pada tahun 1819 Ds. Lenting telah membaptis di negeri Kapataran (distrik Tondano-Touliang) sebanyak 539 orang. Ds. J. Kam mengirim Zendeling Jungmichel ke Minahasa, dan menetap dari tanggal 11 Februari sampai 6 April 1821. Berikut menyusul lagi Pendeta J. Roorda van Eijsinga dengan tugas mengembangkan agama Kristen.

Generasi Kristen awal sebelum Riedel di sejumlah wanua di Tondano adalah buah penginjilan dari para penginjil tersebut. Jacob Mantilen Supit salah satunya. Disebutkan dalam sejarah jemaat GMIM Watumea, bahwa melalui Jacob Mantilen Supit itulah Riedel mengenal Telis Elkana Supit. Riedel kemudian membaptis keluarganya pada 25 Mei 1838. Keluarga Telis Elkana Supit yang dibaptis terdiri dari Telis Elkana Supit sendiri, istrinya Annah Legoh waktu itu berusia 36 tahun dan anak-anak mereka yang terdiri dari: Martina Supit (berusia 14 tahun), Albert Supit (8 tahun), Beltzazar Supit ( 4 tahun) dan Yohana Supit (2 tahun), serta Penina Supit yang masih berusia beberapa bulan.

Sejak pembaptisan keluarga Telis Elkana Supit, semakin banyak orang Watumea yang kemudian berangsur-angsur masuk Kristen. Sampai tahun 1841, jemaat Kristen di Watumea sudah hampir mencapai 100 persen.

Tahun 1845 Riedel datang ke Watumea dan membaptis beberapa keluarga yang belum dibaptis. Di tahun ini, seluruh warga Watumea sudah memeluk agama Kristen.

“Waktu itu Riedel berkhotbah dalam bahasa Melayu dicampur dengan sebagian bahasa Tondano. Hal ini menimbulkan rasa heran dan lucu bagi orang-orang Watumea sebab ucapan-ucapan Riedel dalam bahasa Tondano sedikit aneh dan asing di telinga orang Watumea,” demikian dicatat di dokumen sejarah singkat gedung gereja Watumea.

Di masa itulah, Wanua Watumea dijadikan sebagai basis penginjilan untuk wanua-wanua sekitarnya, semisal Eris, Watulaney, Telap, Tandengan, Ranomerut, Touliang Oki, Maumbi, dan lain-lain.

Bulan April 1850 Riedel mulai sakit-sakitan, maka zendeling Hendrik Willem Nooij datang untuk membantu pada bulan Mei 1852. Pdt. Nooij menikah dengan salah satu anak Riedel yang bernama Adeletheis S. Riedel pada awal 1853. Bersamaan dengan itu terjadi wabah penyakit campak di Minahasa. Korban campak di Minahasa waktu itu mencapai kurang lebih 12.820 jiwa, salah satu yang menjadi korbannya adalah Pdt. Nooij. Ia meninggal dalam usia muda dan meninggalkan seorang anak perempuan.

Lima tahun kemudian, yaitu pada tanggal 24 Maret 1958, istri Pdt. Noij, yaitu Adeletheis S. Riedel menikah dengan Pdt. Hessel Rooker. Namun empat tahun kemudian yaitu pada tanggal 28 Maret 1862 Adeletheis S. Riedel meninggal dunia. Ia meninggalkan seorang anak laki-laki. Namun sayang, anak tersebut juga meninggal pada 18 Juni 1862.

Pdt. Hooker sendiri tiba di Tondano pada tanggal 31 Oktober 1854. Rooker memimpin kebaktian di kota Tondano pertama kali pada tanggal 26 November 1854. Ketika H. Rooker tiba di Tondano sudah terdapat 15 cabang jemaah dan pada tahun 1884 menjadi 24 buah. Semua cabang adalah cabang jemaah yang telah tetap, maju dan sedang menuju ke tingkat berdikari. Penulung-Injil, Timbeler Silvanus Item (murid kesayangan Riedel), adalah pembantu tetap dari Hessel Rooker (toudano-minahasa.blogspot.com).

Bersambung