19 Jul 2011

GEREJA TUA WATUMEA - Kisah Sebuah Perjalanan Sejarah Kekristenan di Minahasa

Exterior gedung gereja Watumea (Photo by: thearoengbinangproject.com)
Tidak banyak orang yang mengetahui kisah-kisah awal kekristenan di tanah Minahasa. Mawale Movement menyajikan kembali sebuah tulisan ringan tentang gereja tua di Watumea, hasil "bapontar" Budayawan Minahasa Denni Pinontoan, di pesisir Danau Tondano tahun 2010 lalu.

Menarik, penting dan cukup segar dibaca. Itulah alasan mengapa kisah Denni ini kami tampilkan di sini. Mengingat tulisan ini cukup panjang kami membaginya dalam tiga bagian. Anda dapat membaca tulisan aslinya di blog pribadi Denni Pinontoan.

Images diambil dari facebook jemaat GMIM Watumea  serta travelog Aroengbinang yang juga pernah berkunjung ke gereja tua Watumea. Anda dapat membaca laporannya dari sudut pandang parwisata dengan gambar-gambar yang cantik di sini.

Silahkan menikmati dan... oh ya, apakah Anda tahu di mana kampung Watumea itu? Beri tahu kami  melalui kolom komentar di ujung tulisan ini.






"Gedung itu terbuat dari kayu.
Dibangun tahun 1868, ditahbiskan tahun 1872.
Gereja tua di Watumea menyimpan banyak kisah,
tentang hidup dengan Tuhan dan hidup berbudaya dalam sebuah lintasan sejarah."

***

Matahari sudah sangat miring ke barat. Hari memang sudah sore. Danau Tondano, dilihat dari pinggiran, sore itu memang tampak tenang. Eceng gondok yang menutupi bagian-bagian pinggiran, sekira 10-20 meter menutupi danau penuh legenda itu. Beberapa wanua di pesisir Danau Tondano sudah kami lewati. Semua sibuk mempersiapkan pernak-pernik paskah. Paskah tinggal beberapa hari.

Wanua Watumea, sore itu juga tampak sibuk. Di sebuah belokan wanua itu, tepatnya di salah satu perampatannya, sekelompok anak-anak dan pemuda sibuk bermain layang-layang. Sebuah gedung tampak menyolok berdiri. Bagi yang pertama ke situ, pasti tak dapat menduga, gereja yang terbuat dari kayu tersebut memiliki sejarah yang menarik untuk diketahui. Arsitektur gereja ini sederhana, tapi tetap masih berpola gereja-gereja Protestan Eropa.

“Maso kwa, ba lia di dalam,” ujar Christofel Pandelaki, Ketua Pemuda Jemaat GMIM “Galilea” Watumea mengajak Tim Waleta Minahasa, masuk ke dalam gedung gereja.

Interior gedung gereja Watumea (Photo by: thearoengbinangproject.com)
Kami pun masuk dalam gedung gereja. Melewati pintu gedung gereja yang tinggi. Daun pintunya terbuat dari kayu.

“Tiang, dinding dan bagian-bagian lain gedung gereja ini terbuat dari kayu,” ujar Pandelaki menerangkan.

Di menara gerejanya bertengger “ayam Jago”. “Ayam jago” selain berfungsi sebagai penunjuk arah, sebagaimana di gereja-gereja lain, biasanya ini dipakai untuk maksud mengingatkan umat agar tidak seperti Petrus yang menyangkal Yesus.

“Ini ciri dari gereja-gereja tua,” kata Pandelaki.

Di dalam menara itu ada lonceng juga sudah tua. Beberapa kursi rotan tempat duduk jemaat, menurut Pandelaki, juga sudah tua. Tiang-tiang di dalam gedung gereja itu terbuat dari kayu. Kaca jendela berwarna-warni sama tua dengan beberapa dekorasi lainnya. Mimbar gereja terbuat dari berbentuk cawan.

“Di mimbar ini, beberapa kali Riedel pernah berkhotbah,” kata kostor Joubert Kawengian.
Warga Watumea menyebut gedung gereja itu dengan “Gereja Tua”. Gereja itu memang sudah tua. Usianya sudah lebih satu abad. Gedung gereja ini dibangun tahun 1872.

“Gereja Tua Watumea ini adalah satu dari dua gereja tertua di Minahasa. Selesai dibangun pada tahun 1872 dan ditahbiskan oleh Ds. H. Rooker pada Minggu 8 Desember tahun itu. Jadi umurnya saat ini sudah 138 tahun,” kata Kostor Kawengian.

Bersambung